Monday, December 1, 2008

Belajar Dari Hajar


Kita semua mungkin sudah sangat familiar dengan kisah Hajar dan Ismail di tanah haram. Kisah perjuangan seorang ibu dalam mencari air demi anaknya dan dirinya yang kehausan dan kelaparan di tengah padang tandus. Kisah yang diabadikan dalam salah satu rukun haji, sa’i.

Kalau ada yang belum pernah dengar atau lupa, saya ulang sedikit. Hajar dan bayinya Ismail ditinggalkan di tanah haram yang kering dan tandus oleh suaminya, Ibrahim as. Atas dasar wahyu ALLAH SWT. Setelah bekal air minum dan makanan habis, dan merekapun merasa haus dan kelaparn. Hajar berusaha mencari air. Dengan menaiki bukit shafa, dia berharap dapat melihat sumber air atau orang yang dapat membantu. Tidak berhasil, Hajar naik ke bukit berikutnya, Marwah dengan harapan yang sama. Hajar melakukannya dengan berlari-lari kecil, bolak-balik dari bukit Shafa ke Marwa hingga 7 kali.

Pernahkah anda berpikir kenapa Hajar melakukan hal demikian? Mengapa dia sampai bolak-balik padahal sudah jelas-jelas tidak menemukan air? Sebagain besar orang pasti menjawab karena fatamorgana, karena Hajar menlihat fatamorgana di Marwa, menyangka itu adalah air kemudian dia berlari menghampiri dan tidak menemukan air di sana. Di Marwahpun begitu, melihat fatamorgana di Shafa dan kejadian berulang. Tapi pernahkah anda berpikir, kenapa bisa sampai 7 kali? Ketika anda melakukan kesalahn 1 atau 2 kali, mungkinkah anda melakukannya berulang-ulang hingga 7 kali? Padahal keadaan anda kritis saat itu, mungkinkah?

Jawabannya ada pada percakapan antara Hajar dan Ibrahim as sesaat sebelum Ibrahim as pergi. Setelah Ibrahim selesai membangun sebuah rumah dari dahan pepohonan, meninggalkan bekal secukupnya, Ibrahim as bergegas pergi meninggalkan mereka berdua. Hajar bertanya, ”mau kemana?”, ”aku mau ke Syiria”, jawab Ibrahim as. ”Bagaimana kamu bisam meninggalkan kami di tempat tandus, tidak ada pepohonan, tidak ada air, dan tidak ada teman seorang pun”, protes Hajar, manusiwai sekali bukan? Tetapi Ibrahim as tidak menoleh walaupun Hajar terus memprotesnya. Akhirnya Hajar berkata, ”apakah ALLAH yang telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Ibrahim mengiyakan. ”kalau begitu, ALLAH sungguh yang akan mengurus kami”

Begitulah. Jawabannya adalah karena tawakkal. Karena seorang Hajar memiliki keyakinan dalam hatinya bahwa ALLAH tidak akan menyia-nyiakannya, ALLAH-lah yang akan mengurusnya, bukan yang lain. Ketika percobaan ke2 dst dalam mencari air Hajar tidak berpikir ”ah, mungkin ini sama saja dengan yang tadi” atau ”ah, tadi juga saya sudah bergini ternyata tidak ada” tapi Hajar terus berlari dengan penuh keyakinan ”pasti ALLAH akan mengurus kami, ALLAHlah yang akan menolong kami di sini”. Tentu berbeda pengejawantahannya ketika hanya memiliki motivasi sedikit, berpikir ”mungkin ada” dengan motivasi kuat dan berkeyakinan mendalam ”pasti ada pertolongan”. Karena tawakkal berarti melimpahkan seluruh urusan pada ALLAH ta’ala. Karena tawakkal lahir dari buah keimanan yang kuat.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita sepenuhnya bertawakkal pada ALLAH? Seperti tawakkalnya ibunda Hajar yang sa’i dalam keadaan kehausan? Atau tawakkalnya ibunda Maryam yang menggoyang pohon kurma tepat setelah melahirkan? Ah, sepertinya saya masih harus terus belajar. Semoga bisa sampai.


Bukankah ALLAH yang mencukupi hambaNya? (Qs Az Zumar:36)


Rujukan:

Al Qur’an Al Karim
Al-Bilali, Abdul Hamid. 2006. Taujih Ruhiyah Pesan-pesan Spiritual Penjernih Hati jilid 1. Jakarta: An Nadwah
Al Hanafi, Muhammad bin Ahmad. 2005. Kisah Para Rasul Hiburan Bagi Orang Yang Berakal. Jakarta: Rihlah Press
gambar diambil dari pro.corbis.com

Wednesday, November 26, 2008

Ada Mahasiswa Ngomongin Guru


Adakah yang tau kapan hari guru? ada yang tidak ngeh kalau sebenarnya kemarin? Kalau seandainya saya tidak memiliki kakak yang seorang guru, yang terpaksa menginap di rumah karena harus berangkat ke sekolah pagi-pagi dan anaknya semaleman menangis keras-keras sehingga membangunkan seisi rumah, mungkin saya tidak akan ngeh kalau kemarin adalah hari guru.

Kenapa saya tiba-tiba bahas ginian? karena menurut saya banyak orang yang tidak tahu kapan hari guru, dan menurut saya juga hal itu karena memang tidak ada yang istimewa di hari guru. Padahal kita semua makan bangku sekolah lebih dari 10 tahun kan? yang selama itu pula, saban hari kita ketemu guru, dan diantara beratus-ratus hari kita sekolah itu ada lebih dari 10 hari guru yang pada saat itu kita bersama guru yang mestinya menjadi spesial karena itu hari mereka. (terlalu ribet ya bahasanya?)

Sepanjang ingatan saya (yang sebenarnya juga tidak bisa terlalu dipercaya) tidak ada perayaan khusus saat hari guru yang diadakan oleh para guru-guru sendiri, bahkan menyuruh murid mereka--yang sebenarnya saya pikir mereka cukup berwenang untuk itu--pun tidak. Dan satu hal yang membuat saya bingung adalah beberapa sekolah melakukan upacara di hari guru dengan para guru sebagai petugas upacaranya. Aneh kan? logika terbalik menurut saya. Sebagai contoh, di hari ibu, idealnya nih, para ibu nyantai seharian, ngga melakukan pekerjaan rumah tangga dsb, nah, kalau boleh disamakan mestinya di hari guru, para guru juga begitu, meskipun tidak nyantai seharian minimal lebih istimewa dibanding hari biasanya lah. Kok ini malah jadi petugas upacara? padahal para siswa saja sebenarnya malas untuk jadi petugas, lah kok ini, guru-guru itu, mau-maunya jadi "kacung" di upacara di hari spesial mereka? Atau jangan-jangan menjadi petugas upacara adalah aktualisasi diri mereka? jangan-jangan kalau lagi upacara dalem hati guru-guru itu mereka berbisik "kapan ya saya bisa ngerek bendera kaya mereka"? Kalau memang begitu faktanya sih, yah guru jadi petugas upacara di hari guru cukup bisa saya terima.

"Tidak bisa mengapresiasi diri sendiri", begitulah kata teman saya seorang calon guru tentang calon profesinya itu. Teman ini berkata demikian karena dia tidak mendapatkan penghargaan yang sebenarnya pantas dia dapatkan setelah menang seleksi mahasiswa berprestasi tingkat universitas (UNJ). Dia bingung melihat respon bahagia kami, teman-temannya yang anak UI, waktu mendengar kabar bahwa dirinya jadi mapres UNJ, karena menurut dia biasa saja. Di UNJ sendiri saja, teman-temannya tidak sebahagia atau semenghargai itu. Memang sih, mapres UI juga tidak sepopuler ketua BEM UI. Mapres UI paling terkenal mungkin shofwan karena dia juga pernah menjabat sebagai anggota MWA UM dan mengakhiri amanahnya dengan cara yang sangat kontroversial. Saya juga tidak ingat apakah ada spanduk ucapan selamat yang dipasang d depan halte UI waktu Mahardika menang tahun ini. Tapi minimal penganugerahan mapres UI dirayakan dengan makan-makan dan ceremony sampai jam 10 malam. Malam yang sungguh sangat prestisius. Dan, menurut teman saya, hal itu tidak ada di universitasnya, pencetak guru-guru. Di sana, hampir tidak ada spesialnya menjadi seorang mapres. Bahkan dia malah jadi sedih melihat kegembiraan kami, karena "orang-orang kampus gue sendiri aja ngga segitunya kaya kalian kok", katanya. Kakak saya yang kuliah di UNJ juga pernah cerita, dulu dia dan teman-temannya sampai membuat leaflet berisi ucapan selamat untuk temannya yang menang kompetisi, karena tidak ada orang lain yang melakukan, termasuk pihak universitas atau fakultas.

Kenapa bisa begitu ya? apakah karena predikat "pahlawan tanpa tanda jasa" sehingga bahkan memberikan tanda jasa untuk diri sendiripun mereka jadi sungkan? Atau karena mereka terlalu low profile dan benar-benar menafikan semua pujian di dunia? Luar biasa kalau begitu.

Untuk para guru yang dengan ikhlas mendidik generasi bangsa..
Untuk para guru yang dengan sabar mengajarkan kami kata demi kata..
Untuk para guru yang dengan cinta menjadikan kami berguna..
Semoga ALLAH membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda..


Friday, November 21, 2008

Terus Mendekati Cahaya


Hewan apa yang khas keluar pada malam hari di musim hujan? yup, rayap. Biasanya hewan ini keluar di malam hari atau menjelang maghrib. Tidak cuma rayap tapi juga bentuk dewasanya, alias laron. Hanya sebentar laron-laron itu hidup, cuma sekitar semalam, biasanya keesokan harinya sudah mati.

"Sebelum kematiannya, dia bergerak mendekati cahaya, keren ya kak filosofi hidupnya" kata seorang adik kelas yang solihah banget. Ziiing..saya terdiam, iya juga ya, dalam beberapa jam setelah dia keluar ke permukaan dunia, laron-laron itu selalu bergerak mendekati cahaya, sebelum akhirnya dia mati beberapa jam kemudian.

Ustadz Elvin pernah bilang, keistiqomahan sesorang dilihat dari akhir hidupnya. Untuk melihat orang ini istiqomah atau tidak, lihat saja akhir hidupnya, dalam keadaan apa, baik atau tidak, dekat dengan ALLAH atau tidak. Kalau saya pribadi, saya ingin menjadi bagian dari orang-orang yang istiqomah, oleh karenanya saya harap akhir hidup saya adalah akhir yang baik, sedang "berada dekat dengan cahaya", seperti laron-laron tadi.

Namun, karena kita tidak pernah tahu kapan akhir kehidupan kita, maka kita tidak bisa dengan mudah mengatur akhir hidup sesuai dengan yang kita inginkan. Oleh karena itu, seharusnya, setiap saat, setiap waktu, kita harus senantiasa bergerak mendekati cahaya, berada dalam lingkaran cahaya, atau berusaha bertahan untuk terus berada di dalamnya. Karena kapan saat pembuktian keistiqomahan kita itu, kita tidak pernah tahu.

Berbekalah untuk hari yang sudah pasti, sungguh kematian adalah muara manusia..

Karena Memang Manusia Itu Unik

setiap manusia itu unik, saya dan anda adalah salah dua nya. tidak pernah ada dua manusia yang sama, baik fisik, psikologi, sosial, spiritual, intelektualfinansial, dll. Tidak pernah ada yang sama persis. menyadari adanya fakta ini, kita semua harus lebih berhati-hati (kadang-kadang jadi ngelesin juga si)karena kita tidak bisa serta merta "pukul rata" terhadap semua orang.

Yang saya ingin angkat tentang keunikan ini adalah yang berkaitan dengan persepsi orang terhadap hal-hal yang menyebalkan. Ah..dikarenakan saya tidak yakin apakah diksi saya tepat di kalimat terakhir saya berikan contoh konkrit saja.

Contoh pertama adalah seorang teman saya di kampus. Dia tidak suka jika ada orang yang bilang "kesian deh lo" padanya. "Kenapa si harus pake ngomong 'kesian deh lo' padahal ga ngomong gitu juga gapapa", katanya suatu hari dengan nada kesal. Padahal kata-kata kesian deh lo itu sudah seperti cape deh bagi anak-anak Jakarta, jadi mau tidak mau kita bakal sering mendengar kata itu. Dan itu berarti si teman saya ini akan sering sekali merasa kesal "kesian amat ni anak" kata saya dalam hati.

Contoh kedua adalah teman SMA saya yang tidak suka dibilang penjahat (ya iyalah hehe). "Kaget aku waktu pe bilang 'penjahat lo Yu', kesannya gimana gitu, kalo jahat doang sih masih mending, tapi kalo penjahat kayanya udah parah banget". Yaah..maaf deh, bagi sebagian (kecil)orang menyebut kata "penjahat" sama biasanya dengan menyebut kata "bedebah" bagi pendekar-pendekar di film Wiro Sableng, sudah sangat biasa bukan?

contoh ketiga adalah teman kampus saya yang lain --dan menurut saya ini fakta paling mengagetkan dibanding 2 contoh di atas-- "gw jijik (menurut dia jijik sama dengan kesel) kalo ada orang sms pake ada kata 'bales' apalagi kalo 'bales asap'. Yeeh..terserah gw dong mau bales itu sms atau ngga, kalo penting juga pasti gw bales tanpa perlu dia minta". Nah lo..banyak kan orang yang suka membubuhi kata BALES di akhir sms-nya? (kalo saya sih amat-sangat-jarang-sekali)

Contoh terakhir adalah saya sendiri. Saya paling tidak suka dengan SMS yang mengandung tanda seru apalagi kalau tanda seru-nya ada di tiap akhir kalimat apalagi kalau ditambah huruf besar segala. Karena bagi saya penggunaan tanda seru dan huruf besar mengisyaratkan kemarahan dan perintah. Hei, siapa anda bisa perintah-perintah dan ngomelin saya? RosuluLLOH saja tidak pernah meng-sms menggunakan tanda seru dan huruf besar pada sahabat-sahabatnya (kalo ngga percaya buka siroh). Lantas siapa anda?

Sudah lebih jelas ekarang apa yang saya maksud? lantas, apa pelajaran yang bisa diambil? Pertama, berhati-hatilah ketika berinteraksi dengan orang lain, kalau ada kata-kata yang baik kenapa menggunakan ejekan? kalau bisa senyum kenapa harus manyun? Karena sreg di hati kita belum tentu sreg di hati orang lain, enak di lidah kita belum tentu enak di lidah orang lain, sempit di badan kita, belum tentu sempit di badan orang lain (anda gendut sih..). Fal yaqul khairan au li yasmut, bicara yang baik atau diam, itu pilihannya.

Kedua, berlapangdadalah dan ber-husnudzhon-lah, akrena menurut anda menyebalkan boleh jadi adalah hal yang biasa bagi orang lain. Saat anda manyun di pojokan karena kesal, teman anda sedang senyum riang sambil berkeliling, bukan karena dia sengaja tapi karena dia memang tidak tahu (dan tentu saja tidak bermaksud). Jadilah asertif, jangan pasif memendam semuanya sendirian, hidup sudah cukup susah, jangan dibuat tambah susah. Katakan apa yang tidak anda suka pada orang yang bersangkutan dengan cara yang baik. Jangan agresif, marah-marah, apalagi sampai SMS seperti ini "Heh PENJAHAT! gw ga suka dengan sikap elo itu tau! Jadi, elo mau merubah sikap elo itu ga? BALES ASAP!", karena kalau begini, cari musuh namanya.

Ok? jadikan hari esok lebih baik ya?

Sekian dari pemikirulung untuk hari ini :)

Thursday, November 20, 2008

Pengennya Ke Lenteng Agung Kok!

abis buka nguping jakarta, entah kenapa tiba-tiba jadi pengen posting ginian

Suatu malam, di perjalanan menuju Pasar Rebo dari Duren Sawit, kami (saya dan boncengan saya) melihat sebuah reklame di pinggir jalan, bunyinya "sekarang nelpon ke Los Angeles lebih murah daripada nelpon ke Lenteng Agung" (kira-kira begitulah)
saya: hahaha, lebay banget tuh iklan
boncengan: iya, kalo kaya gitu bukannya malah ngga laku ya Lud? kan berarti kalo buat nelpon dalem negri jadi lebih mahal
saya: iya, ya, malah jadi males punya gw, orang gw ngga punya temen di Los Angeles, temen gw di Lenteng Agung semua
boncengan: iya, iya
saya&boncengan: hahaha

Tuesday, October 28, 2008

Tipe-tipe Blogger (pemikirulung version), Anda Termasuk Yang Mana?


Terpengaruh beberapa postingan orang lain, akhirnya saya membuat daftar ini, berdasarkan pengalaman dan buah karya pemikiran (tsaah..)saya sendiri.
Setiap blogger tidak harus hanya mewakili satu tipe blogger yang kemukakan, bisa juga merupakan kombinasi.
Bisa kombinasi antara tipe 1, 2 dan 3 itu artinya jawabannya A.
Atau 1 dan 3 artinya B.
2 dan 4 berarti C
Atau E bila benar semua.
Jangan khawatir, tidak ada pengurangan nilai jika jawaban salah, sedangkan jawaban benar poinnya +4. (kok jadi kaya SPMB sih??)

Ok, langsung kita mulai, tipe-tipe blogger menurut pemikirulung

Blogger core competence
Blogger tipe ini mengisi blognya dengan tulisan/artikel sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing. Misalnya psikolog menulis tentang perilaku manusia, tugas perkembangan, dsb. Dokter menulis tentang patologi, manifestasi klinik suatu penyakit, dsb. Orang IT bikin blog tutorial, dll (apaan lagi ya?)

Blogger curhat forever
Isi blognya cuma seputar curhatan, cerita kejadian sehari-hari yang dialami,dsb. Tapi blogger curhat forever juga bisa dibagi lagi sesuai dengan gaya bercurhatnya. Ada yang sekedar curhat, menjadikan blog sebagai tong sampah, yang penting bisa muntahin unek-unek atau opini di situ, ada yang cerita tapi kemudian menarik hikmah dari pengalaman tersebut dan membaginya, jadi walaupun curhatan tetap bermakna, atau ada yang curhat dengan cara yang lucu, gokil, kocak, dst jadi para pembaca bisa terhibur dengan cerita dia. Saya pikir paling banyak blogger tipe ini. Raditya Dika dan Arham Kendari adalah contoh yang blog gokilnya sukses jadi buku.

Blogger cari duit
Cara cari duitnya bisa macem-macem, bisa masang iklan Adsense, dkk atau memang ngeblog untuk nawarin dagangan misalnya laptop, handy craft, perlengkapan bayi, gorengan, nasi uduk, lontong sayur, dll (yang belakang fiktif, kali aja ada yang terinspirasi). Menurut saya, sah-sah aja jadi blogger macam ini, sambil menyelam minum sirop gitu loh..

Blogger bedebah bikin onar
Seperti namanya, isi blognya pastinya ngga bermutu banget. Isinya kebanyakan porno, bisa gambar atau cerita. Atau penghinaan, fitnah, provokasi terhadap kelompok tertentu. Atau bisa juga kombinasi keduanya, misalnya masang foto porno hasil rekayasa dengan background lambang partai tertentu. Walaupun udah sering di report abuse bareng-bareng kemunculan blog macam ini tetep banyak, kaya jamur di kaki atlet.

Blogger kecelakaan
Sebenernya mereka ngga niat ngeblog, tapi terpaksa bikin account karena sesuatu hal, misalnya gemes pengen komen di blog orang atau sekedar download. Sebenernya orang kaya gini bisa disebut blogger ngga sih? saya juga bingung.

Blogger banci template
Jarang posting, jarang blogwalking juga, tapi rajiiin banget gonta-ganti template. Aktivitas ngeblog yang paling dia suka adalah mengganti template dengan yang lebih bagus lagi (menurut dia)

Blogger soleh dan solehah
Mengisi blognya dengan taujih, tausiyah, hikmah, tafsir Qur'an dsb, bisa juga review dari ceramah yang baru didapet. Atau ada juga hadis-hadis shohih, memberangus bid'ah di masyarakat. Mottonya mirip kaya majalah tarbawi "menuju kesolihah pribadi dan internet"

Blogger gw banget
Bikin blog untuk melampiaskan minat, bakat, kegemaran. Misalnya blogger hobi fotografi cuma meng-upload hasil jepretan di blognya, yang pujangga isi blognya puisi semua, atau bookaholic menuh-menuhin blog dengan review buku.

Blogger anget-anget tai ayam atau angin-anginan
Mereka adalah orang-orang yang komitmennya terhadap dunia per-blog-an perlu ditanyakan (halah). Karakternya persis tahi ayam *maaf*, hangat ketika baru keluar dari kloaka tapi segera dingin setelah angin menerpa. Awal-awal punya blog rajinnya bukan main, dikit-dikit posting, tapi lama-lama jadi males, blog pun dianggurin. Atau angin-anginan, nulis cuma kalau ada angin muson barat berhembus dan berhenti kalau ada angin puting beliung menerjang.

Blogger kesian deh lo
Semangat untuk ngeblog, tulisannya menginspirasi, idenya unik, bahasanya cerdas, dan seabrek keunggulan lain, tapi sayang keberuntungan tidak berpihak padanya. Akses internetnya terbatas, bukan pegawai yang punya fasilitas internet di kantor, bukan istri yang dikasi fasilitas internet sama suami, bukan anak yang dibekeli internet sama bapaknya, bukan pekerja yang punya gaji jadi bisa pasang internet di rumah, bukan mahasiswa yang punya laptop jadi bisa hotspot-an dimana-mana. Pokoknya ngga bisa ngenet sepuasnya. Untuk ngenet mereka mesti ngintip labkom buka atau tidak, nyikut temen buat gantian make komputer perpus, atau ngenet di warnet sambil ketar-ketir membandingkan billing warnet dengan duit di kantong atau sibuk mikir apakah billing warnet bisa dibayar pake tenaga mencuci piring.

Blogger all bout world
Blog-nya bermakna banget, banyak info disini. Si-empunya blog memang niat begitu sih. Ada info baru di share, ada ilmu baru di share, ada pengetahuan baru juga di share. Di blog-blog macem ini kita jadi tau apa sebenarnya "Trebuchet", dari mana asal kata "alabama", siapa Tan Malaka, Obama lagi ngapain, sampe siapa kira-kira yang akan memenangkan perebutan harta warisan Ratu Horor Suzana.

Nah, itulah tipe-tipe blogger Indonesia, merasa bagian dari mereka? kalau masih ngga ngerasa juga, menganggap poin-poin di atas tidak mewakili anda, berarti anda masuk ke kategori blogger terakhir:
Blogger keras kepala ngga mau ngaku juga

~Selamat Hari Blogger Nasional (27 November) maaf telat

Thursday, October 23, 2008

Bangunlah Kalian Para Ayam


~mengutip taujih seorang ustadz sekitar dua pekan yang lalu

Alkisah, suatu hari ada seorang anak yang berjalan-jalan di dalam hutan (hm..maaf kalau agak kurang masuk akal hehe), tiba-tiba langkah anak tersebut terhenti. Dia melihat di depannya tergeletak sebuah telur, cuma sebuah. Akhirnya telur itupun dibawanya pulang (namanya juga anak-anak)

Sesampainya di rumah, telur tersebut dia letakkan di dalam kandang ayam dirumahnya yang sedang mengeram. (anggap saja ayah atau kakek anak tersebut hobi beternak ayam dan kebetulan ayamnya sedang mengeram saat itu) Anak itu tidak pernah tahu telur apa sebenarnya itu, dan mungkin anak itupun tidak pernah berpikir jauh. Akhirnya telur yang sebenarnya telur elang itupun dierami oleh induk ayam.

Beberapa pekan kemudian (untuk info aja, telor ayam menetas setelah 21 hari), telur-telur itu menetas, termasuk si telur titipan. Anak-anak ayam itupun tumbuh, hidup, bersama anak elang sebagaimana biasanya hidup ayam-ayam yang lain.

Selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu mereka hidup bersama, menjalani kehidupan sebagai anak ayam. Merasakan pahitnya dan kerasnya kehidupan dunia, tanpa ada kecurigaan "elo anak siapa?", "lo lahir dimana?", "dulu ketuker ngga di rumah sakit", dsb. Si anak elangpun sudah merasa sebagai anak ayam, ruhnya adalah ruh ayam muda.

Saat sedang asik-asik mencari makan, nyeker-nyeker di tanah, tiba-tiba ada seekor burung melintas, sebenarnya mengincar anak-anak ayam tersebut. Si anak elang, kagum melihat kegagahan burung tersebut bertanya pada saudara angkatnya
(sebagai catatan, mereka berbicara dalam bahasa ayam, cuma saya takut anda tidak mengerti, jadi atas kebaikan hati saya, sudah saya terjemahkan ke bahasa manusia)
"eh, apaan tuh, yang barusan terbang di atas kita?"
"itu elang"
"ooh elang, hebat sekali, bisa terbang, kenapa kita tidak bisa?"
"yaiyalah, kita kan ayam, ngga bisa terbang, kalau elang, dia burung makanya bisa terbang"
"tapi kita juga punya sayap, kalau kita belajar apakah kita bisa terbang seperti dia?"
"ya enggaklah, sayap kita kan beda sama dia, bahasa sederhananya anatomi dan fisiologi tubuh kita berbeda, jadi ngga mungkin kita bisa terbang kaya dia"
"oooh begitu ya.."
"iya, udah jangan bengong aja ente, mending ikutan kabur bareng sodara-sodara kita yang laen, salah-salah kita bisa disamber sama tu elang"
"oh, oke deh.."
mereka berdua pun berlari, menghindar dari sergapan si elang.

Begitulah, sampai akhir hidupnya(ngga perlu saya ceritakan detail kan?) si anak elang tumbuh sebagai seekor ayam, tanpa pernah tahu dan tanpa pernah mencoba untuk menjadi seekor elang, yang bisa terbang tinggi dengan gagahnya. Si anak elang terjebak dalam pikiran "gw cuma anak ayam", tanpa pernah melebarkan sayapnya, mengasah kemampuannya, dan merasakan terpaan angin, merasakan udara menyelip diantara bulu-bulunya ketika membumbung di angkasa.

Lantas bagaimana dengan kita? sebenarnya siapa kita? apakah anak ayam yang seperti selama ini kita pikir? atau sebenarnya kita adalah elang, yang tanpa sengaja hidup di kerumunan ayam? kenapa kita masih saja jadi anak ayam yang cuma bisa berlari di atas tanah, saat elang-elang lain sudah mengangkasa?

Bangunlah kalian para ayam, bentangkan sayapmu, asah kemampuanmu, mari kita terbang dengan lebih tinggi lagi, bahkan lebih tinggi dari elang lainnya..

foto diambil dari pro.corbis.com, bukan ayam, bukan elang, bebek kayanya hehe

Wednesday, September 17, 2008

Ketika Rezeki Itu Tidak Jadi Mampir


Dulu, di rumah ada pajangan, yang masang mba-mbaku yang solehah. Pajangannya sederhana, Cuma lembaran tausiyah dari majalah yang dibingkai (gw juga bingung, sekarang pajangan-pajangan itu pada kemana ya? Tiba-tiba pada ngilang). Salah satu pajangan, judulnya Kunci Zuhud, di situ tertulis salah satu kunci zuhud adalah “Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain, karenanya hatiku tenang”.

Dari kecil, saya mencoba menginternalisasi nilai itu, bahwa setiap rejeki kita, tidak mungkin salah tempat, tidak ,mungkin jatuh ke tangan orang lain. Dengan begitu maka ketika kita mengalami kejadian luar biasa seperti kehilangan uang, kehilangan benda berharga, atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang dsb kita akan lebih mudah menerima dan ridho dengannya.

Begitupun di buku 5 Taujih Ruhiyah Untuk Aktivis Dakwah dan Harakah, buku yang entah sudah berapa kali saya baca –judulnya emang kesannya berat banget, tapi isinya bagus kok—di situ tertulis bahwa satu bekal keimanan seorang aktivis dakwah adalah ketika meyakini rejeki berada di tangan ALLAH. Apabila ALLAH telah menetapkan rejeki terhadap hambaNya maka tiada yang sanggup menghalanginya. Sebaliknya, apabila ALLAH tidak menghendaki rezeki atas hambaNya, maka tiada yang sanggup memberinya. Tak seorangpun meninggal dunia kecuali telah disempurnakan rezeki dan ajalnya. Efeknya, masih menurut menurut buku ini, seorang aktivis akan memiliki sifat kedewasaan, kasih sayang, itsar, bebas dari perbudakan nafsu dunia, rakus, egois, bakhil dan yang sangat penting adalah senantiasa bersyukur atas apa yang telah ALLAH karuniakan.

Tapi ternyata mengamalkannya tidak mudah juga. Mungkin mudah bagi kita berkoar-koar menasehati orang lain agar begini-begitu, tapi ketika kita dihadapkan dengan masalah yang aktual, here and now, ternyata responnya tidak selalu seperti yang seharusnya dilakukan.


Bertemu dengan kejadian seperti ini, suatu hal yang erat kaitannya dengan kehilangan sesuatu yang saya pikir akan jadi rezeki saya, ternyata proses penerimaannya tetap saja sulit, masih harus melewati deny, anger, bargain, bahkan depression juga. Dan ketika saya memandang diri sendiri yang susah hati begini jadi membuat saya berkontemplasi apakah memang stock keimanan yang saya miliki tidak cukup? Sehingga bahan bakar keimanan itu tidak dapat menyalakan tungku keridhoan? Hal yang juga sangat berbahaya adalah ketika akhirnya ke-susah-hati-an kita (atau saya) menuju ke arah ketidaksyukuran atau bahkan kufur nikmat, masya ALLAH. Alih-alih mendapatkan rezeki, malah azab ALLAH yang datang. Oleh karena itu, dari dulu sampai sekarang doa ini menjadi salah satu doa favorit saya, doa yang diajarkan RasuluLLAH SAW pada sahabatnya Mu’adz bin Jabal
ALLAHumma a’inni ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik
Ya ALLAH bantulah aku untuk senantiasa mengingat dan bersyukur kepadaMu serta beribadah dengan baik

Karena memang benarlah, pada akhirnya hanya pada ALLAH saja saya dapat meminta pertolongan termasuk dalam rangka agar senantiasa bersyukur kepadaNya. Karena Dialah penggenggam hati kita bukan? Semoga saya (dan anda semua) menjadi bagian dari hamba-hambaNya yang senantiasa bersyukur.



gambar diambil dari pro.corbis.com

Friday, September 5, 2008

Tak Kunjung Dicinta Karena Buruk Rupa


Apakah sama-sama memiliki kecantikan atau ketampanan fisik menjamin kelanggengan sebuah pasangan? Apakah orang yang cantik dan tampan lebih mudah dicintai dibandingkan dengan orang yang tidak demikian? Jawabannya mungkin belum tentu. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan fisik menjadi salah satu alasan untuk tertarik pada orang lain (baca: lawan jenis). Tertarik dengan kecantikan atau ketampanan juga menjadi salah satu alasan untuk mencintai orang lain.

Tapi apakah cinta karena dirinya cantik atau tampan akan berlangsung terus menerus? sepanjang masa (kalau akhirnya) hidup bersama? Lagi-lagi jawabannya tidak juga. Seorang teman pernah bilang pada saya, memang ketertarikan pada penampilan fisik itu diperlukan, bisa menumbuhkan rasa suka, tapi itu hanya di awal hubungan karena nati hal itu akan berubah, semua itu akan menjadi nomor sekian setelah sika, prilaku, dll. Seorang istri yang amat cantik tidak akan lagi dianggap begitu jika perilakunya tidak menyenangkan suaminya. Atau seorang suami tampan tidak akan lagi terlihat tampan jika sikapnya tidak menyejukkan dan begitu berkenan di hati kita.

Tapi lagi-lagi saya ingin bertanya, apakah teori ini terjadi pada semua pasangan? jawabannya pun lagi-lagi tidak. Di buku catatan hati sorang istri, Asma Nadia bercerita ada seorang suami yang masih tidak bisa mencintai istrinya setelah bertahun-tahun menikah dan memiliki 4 orang anak karena istrinya sama sekali tidak cantik. Hidup selama bertahun-tahun bersama dan saya yakin sudah banyak kebaikan pada istrinya yang dia lihat tidak kunjung membuatnya jatuh cinta, hanya karena, sekali lagi, istrinya sama sekali tidak cantik. Di akhir cerita Asma Nadia menulis ingin sekali meninju pria itu.


Beberapa pekan lalu Ust Abdul Azis menceritakan kisah serupa, tapi kali ini diangkat dengan sudut pandang berbeda sungguh luar biasa. dalam kajian yang bertemakan "Hidup di Bawah Naungan Qur'an", ustadz berkisah tentang seorang pria. Dulu, hiduplah seorang pria. Pria ini memiliki kedudukan yang baik di masyarakatnya, da'wahnya begitu mudah diterima, kata-katanya begitu didengar, pendapatnya begitu diperhatikan, saran-sarannya diminta, bahasa sederhananya "dekat di hati masyarakat". Sampai-sampai ada seseorang penasaran apa rahasianya sehingga dia memiliki keistimewaan demikian. Akhirnya ditanyakanlah pada orang tersebut, tapi setiap kali ditanya, setiap kali pula orang tersebut tidak mau memberitahukan rahasianya. Namun setelah berkali-kali ditanya, akhirnya diapun luluh dan mau menjawab "baiklah saya beritahu, tapi ini rahasia, jangan diberitahukan kepada orang lain, kau baru boleh memberitahukannya setelah aku meninggal" begitu syaratnya. Orang tersebut bercerita bahwa dia memiliki seorang istri, tapi dia tidak suka pada istrinya karena rupa istrinya yang amat tidak cantik, bahkan setelah 19 tahun menikah, perasaannya tetap tidak berubah. Tapi kemudian dirinya bersabar karena semata-mata mengingat firman ALLAH SWT dalam QS 4:19 "Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal ALLAH menjadikan kebaikan yang banyak padanya." Begitulah, karena motivasi pria ini adalah menjalankan perintah ALLAH dalam Al Qur'an, maka ALLAH pun memberi balasan kebaikan untuknya.

Meskipun dalam kapasitas kita sebgai manusia besar kemungkinan kita akan kesal mendapati pria (atau mungkin juga wanita macam ini). Adik kelas saya, yang saya tunjukkan tulisan ini saja berkata dengan wajah sedihnya "ga kebayang gimana perasaan istrinya kalau tahu". Atau mungkin saya akan memilih membantu Mba Asma meninju pria macam ini. Tapi apalah artinya penilaian kita sebagai manusia kalau ALLAH saja begitu menghargai pria ini (pria dalam kasus ke-2) yang menyimpan rapat-rapat perasaannya, menjaga perasaan istrinya dan mengembalikannya pada ALLAH saja. Ternyata benarlah, jika kita hidup di bawah naungan Qur'an, semuanya pasti lebih indah.

gambal diambil dari pro.corbis.com

Kawan-kawan Penghormat Privasi

Setiap orang pasti punya hal-hal pribadi dalam hidupnya. Ada hal-hal yang sifatnya privasi dan tidak bisa dikonsumsi bersama. Banyak rahasia yang rapat-rapat disimpan dan cukup diketahui berdua, dirinya dan Tuhannya. Serta tidak semua pertanyaan orang lain bisa diberikan jawabannya.

Tapi sepertinya sudah fitrahnya manusia, cenderung merasa penasara jika mencium aroma rahasia. Mengorek keterangan yang disimpan rapat-rapat menjadi sebuah tantangan yang perlu ditaklukan dengan perkasa. Bertanya "ada apa si?", "memang kenapa si?", dan "siapa si?" terus dilontarkan dengan gencarnya.

Beruntunglah saya ternyata tidak semua orang demikian. Masih ada orang-orang yang mendengar info menggelitik sedikit tidak kemudian penasaran. Berhenti bertanya jika jawabannya hanya diam. Mengetahui rahasia atau urusan orang lain tidak dijadikan tujuan.



Kagum dan terima kasih saya pada orang yang melihat air mata meleleh di pipi tidak bertanya dengan berapi-api "apa yang sudah terjadi?". Penghargaan saya untuk orang yang dijawab "ada deh, maaf tidak bisa diceritakan" berhenti bertanya dan menghormati. Hormat saya untuk orang yang tidak bertanya macam-macam ketika yang bersangkutan terlihat tidak ingin berbagi. Simpati saya untuk orang yang menekan perasaan dan memilih menghargai privasi.

~untuk dua orang kawan ikhwan, rekan syuro saya beberapa hari yang lalu, yang memilih untuk tidak bertanya apa-apa dan melanjutkan syuro sebagaimana mestinya demi menjaga privasi kawan saya yang lain, kagum saya pada kalian berdua...

Monday, September 1, 2008

Nikmatnya Ramadhan Pagi Ini

Paru-parumu masih dapat mengembang dan terisi udara lagi

Otot jantungmu masih dapat memompa darah ke seluruh arteri

Batang otakmu masih berfungsi sehingga kau tidak di vonis mati

Rejekimu masih mengalir sehingga kau masih mendapatkan santap sahur tadi pagi

Sarafmu masih berfungsi sehingga kau bisa mempersepsikan berbagai sensori

Maka..

Masih pantaskah kau berkeluh kesah hari ini?

Dengan kesempatan yang ALLOH berikan untuk menikmati jamuan Ramadhan tahun ini?

Bersyukurlah saudaraku, dan tersenyumlah

Jangan buat Ramadhan kita kecewa lagi

(gaya tulisan gw udah kaya Om Aidh Al Qorni belom?)

Friday, August 29, 2008

Satu-satu Gw Beresin

Mulai sekarang, blog ini akan saya kelola dengan lebih benar. Setelah masuk ke blogger lebih mudah, saya jadi berpikir untuk memulai lagi aktivitas nge-blog di sini. Tapi akhirnya terbentur dengan keterbatasan saya dalam hal mengedit dan sebagainya. Makanya template pun amat sederhana sekali. Sebenarnya sudah ada teman yang bersedia bantu "mengacak-acak" tapi berhubung dia sibuk, dan saya tidak terlalu suka jadi "tangan di bawah" maka saya bertekad akan melakukannya sendiri.

Oke..dimulai dengan adanya read more..yang akhirnya berhasi diadakan..hufff....dan selanjutnya

akan saya tambahkan hal-hal lain (sebenernya juga belom tau apaan aja). Baiklah..mari kita ramaikan blog yang sepi kaya kuburan ini. (bahkan kuburan di deket rumah gw juga ga sepi-sepi amat kaya gini lo..)

Semangat!! gaya superman mau terbang tapi ga pake celana dalem di luar hehehe

Tuesday, August 5, 2008

Spesial Untuk Yang Tidak Lolos SPMB -atau apapun namanya sekarang-

Waktu masih SMA, ketika mendengar atau berkenalan dengan orang yang tidak lolos SPMB (TL SPMB) saya langsung berpikir "ini orang pasti ga pinter". Tapi persepsi itu langsung berubah ketika saya mengalaminya sendiri di tahun 2004. Bukannya karena saya tidak mau dibilang tidak pintar -karena saya memang pintar hehe- tapi karena saya bisa melihatnya lebih dekat, dengan sudut pandang yang berbeda pula.

Seringkali orang menilai keberhasilannya belajar di SMA adalah dengan kelolosannya di SPMB. Waktu MOS (Masa Orientasi Sekolah) SMA seorang teman sekelas menjawab "biar diterima di PTN" waktu ditanya kenapa memilih SMA ini. Seorang senior di REMAS (ekskul saya waktu SMA) menilai salah satu prestasi REMAS dan menyampaikannya ke adik-adik kami yang masih SMA dengan presentase anggota REMAS angkatannya yang lolos SPMB, saya yang mendengarnya agak risih dan berbisik ke teman saya yang juga TL SPMB "kita cuma beban statistik ya pi". Makanya tak heran kalau sampai ada seorang teman kelas 3 dulu, yang TL SPMB dan akhirnya masuk PTS, malu untuk datang reuni karena merasa inferior dibanding teman-teman sekelas yang lain.

Tahun 2004, ketika saya tidak menemukan nama saya di koran, saya merasa kaget dan tidak percaya apalagi skor SPMB saya --dicek di NF-- tidak pernah di bawah 750. Dan skor saya itu masih lebih tinggi dibanding teman-teman yang namanya tercantum di koran. Tapi akhirnya saya bisa menerima, setelah saya membuat list hal-hal yang jadi bisa saya lakukan karena TL SPMB, mengingat orang-orang yang saya kenal yang juga TL SPMB dan menyadari bahwa teman senasib saya lebih banyak dibandingkan yang lolos.

Meskipun saya akhirnya lolos di tahun 2005 tapi saya tetap merasa lebih dekat dengan orang-orang yang TL SPMB. Mungkin kalau di sebuah acara, orang-orang yang ada di situ diminta memisahkan diri antara yang lolos dan TL SPMB, saya secara otomatis akan bergerak ke barisan TL SPMB. Bukan karena tidak bersyukur, tapi karena memang kegagalan itu banyak memberi kesan untuk saya.

Tanggal 1 kemarin, saya begitu merasa tersentuh melihat iklan sebuah produk teh di koran yang mencantumkan kelulusan. Di situ ditulis daftar plan dengan plan pertama yang bertuliskan lolos SPMB yang dicoret dan tulisan di pojok kiri bawah "apapun rencananya yang penting serius ngejalaninnya" (kira-kira begitu redaksinya). Saya jadi bernostalgia ke hari-hari di Agustus 2004.


TL SPMB bukanlah hal yang hina, tidak membuat kita lebih rendah dari orang lain, tidak membuat hidup kita berakhir dan menutup peluang keberhasilan di masa depan. Kegagalan adalah sebuah tarbiyah dari ALLAH. Kegagalan seringkali membuat kita lebih dewasa, membuat kita kembali menunduk ke bumi dan menyadari bahwa hidup ini tidak sendiri dan ada orang-orang lain yang lebih utama dari kita. Kegagalan juga membuat kita lebih menikmati keberhasilan ketika memperolehnya.

Maka, untuk teman-teman yang diberi hadiah oleh ALLAH dengan kelolosan di SPMB, janganlah memandang orang yang TL SPMB lebih rendah dan merasa lebih mulia dari mereka. Cobalah untuk berempati karena ada seorang teman yang sampai BT setengah mati pada temannya yang selalu menceritakan dengan berlebih-lebihan tentang kehidupan kampus dan hari-harinya sebagai mahasiswa baru di depan dirinya yang TL SPMB. Padahal, keberhasilan kalian sesungguhnya tidak ada apa-apanya tanpa pertolongan ALLAH.

Meminjam kata-kata Sherina "Lihatlah lebih dekat dan kau akan mengerti"

Monday, June 23, 2008

Jangan Selalu Berkata “I wanna be myself”

“Tidak bisa memperlakukan orang lain dengan baik”, itulah sebuah vonis seorang teman untuk saya. Konsep diri saya runtuh seketika. Mengetahui bahwa dalam lebih dari 20 tahun kehidupan tidak memperlakukan orang lain dengan baik sungguh pukulan besar.

Sesampainya di rumah (teman saya mengatakan itu di kampus), saya hanya di dalam kamar dan menangis. Kata-kata “tidak bisa memperlakukan orang lain dengan baik” terngiang-ngiang. Ketika saya menyadari kenapa saya begitu gampang down seperti ini dan saya bertanya-tanya apa yang harus saya lakukan, saya SMS seorang teman psikologi dan dia menyarankan agar saya mencari bantuan professional (huf..)

Tapi sungguh bukan itu yang akan saya bahas disini. Yang akan saya bahas adalah jawaban dari seorang teman bijak saya.

Keesokan harinya, ditengah ketakutan dan kemalasan saya untuk berinteraksi dengan orang lain, karena saya takut salah lagi, ditengah keengganan saya untuk hadir dalam forum atau acara sebagai orang yang banyak berbicara, ditengah rencana saya untuk kalaupun saya harus hadir, saya cukup menempatkan diri sebagai figuran, duduk manis mendengarkan, saya SMS seorang teman. Saya tanya padanya benarkah saya tidak memperlakukan orang lain dengan baik. Ternyata teman saya tidak membantah, dia membalas “untuk orang-orang yang perasa dan sensitive bisa jadi seperti itu. Tapi gw kan bukan tipe kaya gitu”. Sayapun balas “ho..jadi bener ya.hh..gw nangis-nangis semalem mikirinnya, jadi males berinteraksi dengan orang lain, karena gw takut salah terus”
Teman sayapun balas lagi “Ya ALLAH Pe..kadang kita emang harus nangis dulu untuk berbenah diri..Intinya jangan selalu berkata ‘I wanna be myself’ karena kita emang manusia yang banyak salah dan dosa..kadang kita juga harus liat dari mata dan dengar dari telinga orang lain untuk tau siapa kita. Tapi be grateful anyway..bersyukurlah!”

Luar biasa memang teman saya satu ini. Seringkali saya dinasehati untuk menjadi diri sendiri. Tapi kemudian saya teringat dengan judul blog ini. Kalau memang diri ini masih banyak kekurangan, lantas kenapa kita hanya mau menjadi diri sendiri. Kenapa kita tidak ingin menjadi setegar Sumayyah, secerdas ‘Aisyah, setangguh Nusaibah, kenapa kita hanya membatasi dengan menjadi diri sendiri?

Terimakasih untuk teman-teman yang tidak hanya mengkritik, tapi kemudian memberi solusi. Terimakasih untuk teman-teman yang tidak hanya melihat aib, tapi kemudian menasehati. Terimakasih untuk teman-teman yang masih menjadi bintang di langit kehidupan saya.

“Andai bukan karena bangun di waktu sahur dan berteman dengan orang-orang baik, niscaya aku tidak mau memilih tinggal di dunia ini” (Imam Syafi’i rahimahuLLAH)

Thursday, June 5, 2008

(Maksa) Menunggu Tuan Atau Nona Sempurna

Seorang pria umur 37 tahun sedang mencari istri. Sebelumnya pria ini telah berkenalan dengan beberapa wanita, tapi tidak ada yang cocok. Usut punya usut, akhirnya dismpulkan bahwa sepertinya pria ini memilih pasangan hidup yang sederajat dengannya. Akhirnya dicarikanlah wanita yang kira-kira sesuai dengan latar belakang pria tersebut yang lulusan S2 di Jerman, anak mantan seorang anggota DPR. Dapatlah seorang wanita, umurnya 37 tahun, lulusan S2 di Inggris. "Mba tapi tolong carikan yang penampilannya lumayan (cantik -red) ya", kata sang mediator pria. "Iya, ini ceweknya cantik kok" kata mediator perempuan "aku udah tahu lah cowok itu pengen nyari yang kaya apa" katanya dalam hati.
Tapi akhirnya apakah pria ini cocok dengan wanita tersebut? "Dia maunya maksimal 30 (tahun) mba" si mediator pria berusaha menjelaskan kenapa akhirnya proses itu gagal lagi. Dan akhirnya pria itu meneruskan kisah membujangnya. Sudah 37 tahun dan masih maksa mencari yang sesuai dengan kriterianya yang begitu tinggi? saya tidak mengerti.

"Saya mau istri yang cantik, kaya, pinter, udah lulus kuliah, tapi masih 19 tahun" syarat yang membuat saya teringat dengan syarat dukun yang mau nyembuhin orang, "cari telor dari ayam yang masih perawan". Kalau mau perempuan cantik, kaya, berpenghasilan besar, masih belasan tahu, ada tuh banyak, lagi pada syuting sinetron remaja.

"Tolong cariin istri yang cantik, putih, tinggi, solehah," syarat yang mengingatkan saya ke masjid di deket rumah. Disana ada putih, tinggi, setiap waktu sholat pasti ada di masjid, ngga cuma satu lagi, kayaknya ada lima,tapi bukan manusia, tiang masjid.

Kita akan mendapat pasangan dari jenis kita sendiri kok, jadi sudahlah, hentikan memasang kriteria begitu tinggi.

Gagal Kok Direncanakan?

Beberapa bulan lalu, saat proses pemilihan dekan bergulir, di papan komunikasi di pasang kertas lebar yang didalamnya mahasiswa atau civitas academica yang lain bisa menyalurkan aspirasinya tentang harapan mereka terhadap dekan. Dari sekian banyak komentar yang ditulis, ada sebuah komentar yang menarik, "kembalikan kebijakan HER" (kira-kira begitu, maaf saya lupa redaksionalnya). Di fakultas saya memang tidak ada HER atau ujian perbaikan, jadi mahasiswa yang nilainya kurang atau tidak lulus ya terpaksa mengulang lagi mata kuliah tersebut.

Sekilas komentar atau aspirasi itu terlihat biasa saja, tapi kemudian saya baru menyadari kebodohannya ketika seorang dosen membahas di kelas. "Mahasiswa kok ngga berpikir positif sih? kok minta HER diadain lagi, berarti dia itu udah pesimis nilai ujiannya bakal jelek, makanya butuh HER". Anak-anak yang dengarpun sontak tertawa, iya ya meminta HER diadakan lagi sama saja pesimis dan memprediksikan akan punya nilai jelek di suatu hari.

Terjadi juga kemarin, teman sekelas saya menulis "besok tinggal nangis-nangis" (ini juga kira-kira, saya lupa redaksional persisnya) di status YMnya. Hari ini kami memang menjalani ujian untuk mata kuliah yang agak sulit, 4 SKS dan hapalannya banyak sekali. Tingkat kesulitan diperparah dengan keluarnya bahan UTS di UAS, jadi puluhan handout harus dipelajari. Apalagi pengalaman UTS kemarin untuk mata ajar ini yang subhanaLLAH susah, baik MCQ maupun essay. Tapi walaupun begitu, selama soal belum ditangan, dahi ini belum berkerut mengerjakan soal, seharusnya kita tidak pesimis dan bahkan merencanakan akan dibuat "nangis" oleh soal.

Satu contoh lagi, yaitu ketika technical meeting untuk kampanye hari anti tembakau sabtu lalu. Beberapa orang yang hadir mempertanyakan bagaimana teknis dan prediksi keberhasilan menegur para perokok agar mematikan rokoknya. Seseorang malah sampai mengeluarkan statement, "yah susah, apalagi kita tau kan perokok itu kan udah kecanduan sama rokoknya jadi kalo disuruh matiin dan cuma ditukar permen mereka pasti ngga mau, ngga sebanding" terus ditambah yang lain "ya..karena perokok itu sudah kecanduan dengan rokok dan pasti bakal susah disuruh matiin rokoknya kalau gitu kita ngga usah maksa..bla-bla".

Merencanakan kegagalan, itulah yang terjadi. Kedengarannya mustahil, tapi itulah yang terjadi. Padahal gagal dalam merencanakan saja sudah berarti merencanakan kegagalan, lantas bagaimana hasilnya kalau dari awal kegagalan itu sudah direncanakan? Semoga kita terhindar dari hal-hal demikian.

Thursday, May 15, 2008

Kemanan Berkendara dan Penggantian Identitas, Sebuah Tinjauan Realita dan Kebodohan Sinetron

Akhir-akhir ini saya semakin sering melihat pengendara motor yang menyelipkan hpnya di helmnya tepat di depan telinga. Meskipun saya tidak tahu pasti alasan mereka menyelipkan hp di situ, tapi saya yakin alasan mereka bukan karena melidungi telinga dari kebisingan, melindungi telinga dari hawa dingin seperti saat musim dingin seperti di negara-negara dengan 4 musim atau untuk mencegah kotoran telinga menetes keluar dan mengotori helm. Kemungkinan besar (dan hampir bisa dipastikan benar) alasan mereka adalah agar tetap bisa berkomunikasi lewat hp meskipun sedang berkendara.

Setelah beberapa kali melihat pengendara motor yang melakukan hal demikian saya sempat berpikir “sebegitu besarnyakah kebutuhan berkomunikasi sampai-sampai harus tetap dilakukan meskipun sedang bawa motor?”
Perilaku seperti ini sebenarnya sungguh berbahaya karena pada dasarnya mengendarai sesuatu membutuhkan konsentrasi sedangkan mengobrol dengan orang lain apalagi di telepon adalah sebuah distraksi yang cukup signifikan. Kondisi jalan yang selalu berubah ditambah dengan keadaan kita yang bergerak dengan kecepatan tertentu selayaknya dikompensasi dengan tidak meleng saat berkendara. Seorang karyawan FIK bercerita dulu pernah ada polisi yang meninggal di dalam lingkungan UI setelah menabrak pohon karena dia meleng sebentar.

Sejak dulu sudah ada peringatan untuk tidak menelepn saat mengendarai mobil karena bahayanya. Apalagi ditambah kenyataan bahwa laki-laki memiliki kelemahan tidak dapat melakukan berbagai pekerjaan dalam satu waktu. Bahaya menelepon saat berkendara ini juga bayak digambarkan di sinetron. Diawali dengan adegan jatuhnya hp yang sedang digunakan saat menyetir kemudian si driver repot-repot meraba-raba berusaha memungut hpnya. Saat sedang tidak melihat jalan di depan, entah bagaimana bisa, tiba-tiba di depan ada pohon, jurang, atau truk besar, dan kemudian mobilpun menabrak. Si driver (biasanya pemeran utama atau pemeran pendamping) lalu hilang ingatan dan ditolong oleh janda yang masih denial dengan kepergian suaminya dan kemudian memberi identitas baru untuk si driver alias mengaku-aku bahwa dirinya adalah istri si driver. Dan percayalah, tidak cuma satu sinetron yang punya cerita seperti itu.

Tidak bisa dipungkiri, kebutuhan berkomunikasi di jaman sekarang ini memang sangat tinggi. Ada yang pernah bilang bahwa tingkat kesejaheraan seseorang bisa diukur dari pengeluarannya untuk berkomunikasi, idealnya belanja untuk kebutuhan komunikasi lebih besar dari belanja kebutuhan dasar. Komunikasi juga salah satu sarana silaturahim, sebuah kegiatan yang begitu dianjurkan RosuluLLOH dan begitu banyak manfaatnya. Tapi apakah harus sampai menanggung risiko membahayakan diri sendiri dan bahkan orang lain? Saya rasa tidak. Kalau memang mendesak menepilah sebentar karena saya yakin anda pasti tidak ingin cuma karena menelepon anda harus celaka, dan kalau beruntung masih hidup, harus terbaring di RS dengan memori otak yang hilang ditemani seorang janda yang mengaku-aku istri anda sementara istri dan anak-anak anda di rumah sedang tahlilan sambil bersimbah air mata (hehe sinetron banget kan?)

Thursday, May 8, 2008

Melihat Kuaci Lebih Dalam

Di kelasku, Reguler 2005, bisa dibilang kelas yang paling aktif dalam urusan perdagangan. Segala macem barang ada yang jual di kelas, mulai dari makanan, baju, pulsa sampe alat-alat kosmetik, yah meskipun pasang surut. Bahkan kelas kita sampe ditegor, katanya ngga boleh jualan di kelas lagi. Tapi tetep aja setiap hari pasti ada yang jualan.

Dagangan yang akhir-akhir ini jadi primadona di kelas adalah kuaci. Ya, kuaci, entah kali ini kuaci dari biji bunga apa tapi sepertinya omset penjualan kuaci cukup tinggi di kelas. Sampe-sampe suatu siang temenku bawa sampah kulit kuaci yang baaanyaak banget buat di buang di tong sampah, dia bilang "nih liat sampahnya aja sampe segini banyak, berarti setiap hari kita menghasilkan banyak banget cuma dari kuaci" (dan itu sampah belum dari seluruh pemakan kuaci di kelas)

Kalau aku bilang kuaci itu adalah makanan yang menurunkan produktivitas, gimana tidak, makanan yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar itu perlu proses yang agak merepotkan untuk memakannya. Setiap biji ada kulitnya yang mesti dikupas, dan begitu dibuka, dikunyah ngga sampe beberapa detik udah habis dan kita mesti ngupas lagi, begitu terus ampe pegel, dan bibir jadi kebas kalo ngupasnya pake gigi. Waktu yang mestinya bisa digunakan buat hal lain jadi dipake buat mengupas kuaci satu demi satu, aturan bisa baca buku, qur'an atau ngenet jadi konsen cuma buat ngupasin kuaci!!!

"Tapi jangan salah Di," kata seorang teman akhwat sholehah, "kuaci juga mempererat ukhuwah lho..". Bener juga sih, pasalnya biasanya anak-anak di kelas makan kuacinya bergerombol bisa 4 sampai 6 orang. Kalau ada 1 orang beli kuaci entah dia punya feromon apa tiba-tiba "serangga-serangga" yang pengen ikutan nebeng makan kuaci pada berdatangan. Padahal yang ikut nebeng itu belum tentu tadi belom makan kuaci, bisa jadi dia udah ngga punya budget lagi buat beli kuaci hari itu, atau dia tipe pengenan tiap lihat orang makan apaa aja jadi kepengen, atau dia pengen ikut nimbrung karena suka suasananya (sekalian hidangan kuacinya tentu). Yang unik adalah sambil ngobrol, kelompok pemakan kuaci ini tentu saja tetap konsen dengan kuaci masing-masing, ngobrol jalan, ngupasin kuaci juga hayo aja..

Kuaci..kuaci..ternyata ada maslahat dan mudharatnya juga..

Monday, May 5, 2008

Back To Markaz, Back To Qur'an

Beberapa waktu yang lalu seorang teman membagikan pada kami sebuah brosur sederhana. Beberapa dari kami yang membacanya tersentak kaget dan sejurus kemudian jadi bersedih. Bosur itu dari LTQ (Lembaga Tahfizh Qur’an) Markazul Qur’an berisi tentang pemberitahuan pembukaan pendaftaran gelombang baru. “Masya Allah udah dibuka pendaftaran baru lagi”, kira-kira itu yang ada di otak kami dan kemudian kami menyadari “berarti udah 1 semester (atau lebih) ya, kita meninggalkan markaz”

Saya masih ingat taujih Ust Abdul Azis Abdul Rouf, Al Hafidz ketika kuliah perdana (entah pada gelombang berapa) tentang istiqomah. Beliau bilang bahwa salah satu akar kata dari istiqomah artinya lurus. Jadi, beliau bilang, ketika kita berbelok, tidak melanjutkan belajar karena suatu hal misalnya nikah, maka ketika kita balik lagi itu namanya istiqomah. Hal itu pula yang saya jadikan alasan ketika teman-teman bertanya apakah saya masih di markaz, “aku lagi belok dulu nih, nanti balik lagi.”

Brosur sederhana itu mengingatkan saya lagi sudah berapa lama saya berbelok, mengingatkan saya lagi akan sebuah cita-cita yang optimisme akan ketercapaiaannya seringkali naik dan turun. Dan mengingatkan saya lagi akan momen-momen sabtu pagi saya, ketika berangkat ke markaz adalah agenda utama sebelum menunaikan agenda-agenda lain. Mengingatkan pada sebuah kelompok kecil dimana beberapa wanita berkumpul tapi tidak ada yang mengobrol, semua sibuk dengan Qur’an masing-masing, hal yang tidak saya temui di forum-forum lain. Ah, sungguh saya rindu dengan itu semua.

Memang benarlah, semakin jauh kita berbelok, semakin sulit untuk kita kembali. Semakin lama kita mengambil jeda, semakin berat untuk kembali memulai. Dan semakin lama otak ini tidak digunakan untuk menghafal, semakin susah untuk diisi kembali, bahkan hanya dengan satu ayat pun.

Salah satu sarana penunjang dalam menghafal Al Qur’an adalah bergaul dengan orang yang sedang atau sudah hafal Qu’an. Kembali ke Markazul Qur’an berarti menuju ke sarana itu. Berkumpul dengan halaqoh Qur’an, bertemu dengan ibu-ibu yang anak-anak balitanya lebih dari satu tapi begitu semangat dalam menambah hafalan, terkagum-kagum dengan semangat mereka yang setoran sambil ditarik-tarik anaknya yang merengek minta sesuatu.

Dan kenapa saya menulis ini semua? Untuk menambah daftar orang yang akan mengingatkan saya ketika suatu hari berbelok lagi dan untuk mempengaruhi orang-orang untuk ikut melestarikan budaya tahfizh qur’an, budaya para salafush shalih ini.

Allahummarhamna bil qur’an. Ya Allah rahmatilah kami dengan Qur’an.

Friday, March 28, 2008

Untuk Menjadi Orang Besar

"Saya tidak terlalu mempermasalahkan SDM", kata seorang kawan (mungkin lebih tepatnya rekan). Dia menjawab seperti itu setelah saya mewacanakan padanya bahwa SDM yang ada dalam sebuah organisasi yang baru kita bentuk sedikit sekali, jadi saya agak khawatir dalam penyusunan struktur nanti. "Yang penting, mulai dari sekarang kita semua harus kerja keras", lanjutnya.

Dari satu sisi saya sepakat dengan rekan saya ini. Tapi di sisi lain, kuantitas tetaplah diperlukan karena tetap saja kita tidak bisa mengajak orang untuk bekerja keras padahal orangnya memang tidak berada di sana. Ataupun kami yang harus bekerja keras ini pada saat yang sama juga dituntut untuk bekerja keras di tempat lain. Saya jadi ingat tim saya di tempat lain, yang masing-masing anggotanya lagi sibuk mengurusi akademik masing-masing, ada yang skripsi, ada yang mengikuti pemilihan mapres di kampusnya, atau bahkan siap-siap mau SPMB. Otomatis saya juga harus bekerja keras disana.

Sunday, March 9, 2008

Mengapa Kita Masih Saja Mempermasalahkan “Pernah”?

Suatu hari saya menghadiri sebuah talk show untuk ADS dan ADK, salah satu pembicaranya adalah seorang pakar pendidikan. Satu hal yang kemudian membuat simpati saya kepada pembicara tersebut jauh berkurang adalah kenyataan bahwa pakar pendidikan tersebut bertanya pada kami semua (dan ternyata pertanyaan ini senantiasa dia lontarkan setiap beliau menjadi pembicara di berbagai kesempatan) adalah “siapa disini yang pernah mencontek?”. Pertanyaan yang kemudian dijawab dengan acungan tangan kami semua (karena ternyata semua audience pernah mencontek di masa lalunya). Kemudian si pakar pendidikan inipun berkata “bagaimana dengan masa depan bangsa ini kalau pemudanya pernah mencontek!”

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya menghadiri forum yang pembicaranya beliau. Dan ini juga bukan kali pertama saya mendengar pertanyaan itu terlontar dari beliau. Tapi saat itu adalah kali pertama saya begitu tidak setuju dengan pertanyaan beliau. Kenapa harus menggunakan kata pernah? Kenapa kita harus mengungkit masa lalu kita yang kurang baik untuk mengukur diri kita yang sekarang atau masa depan kita? Sebuah kata “pernah” sungguh mengusik saya, karena menurut saya pertanyaan yang lebih pantas dilontarkan adalah “siapa yang sampai saat ini masih suka mencontek?” atau “siapa yang belum bertaubat dari kebiasaan mencontek?”

Begitulah manusia, sulit melupakan hal-hal negatif. Seperti sebuah peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga. Seolah-olah seseorang sudah tidak ada lagi kebaikannya kalau sudah melakukan sebuah kesalahan. Seperti kisah seorang teman yang karena sebuah kisah masa lalunya, kehidupannya saat ini jadi begitu sulit, banyak kesempatan yang harusnya dimilikinya tapi tidak dia dapatkan. Padahal masa lalunya, yang menurut orang lain bercela, sebenarnya karena fitnah dari orang lain terhadapnya, bukan kenyataan yang sebenarnya.

Betapa banyak mantan narapidana yang mengalami kesulitan dalam menjalani episode kehidupannya yang berikutnya karena pandangan masyarakat sekitarnya. Kecurigaan, rasa tidak percaya, dan pandangan meremehkan senantiasa mengikutinya kemana saja. Betapa banyak pasien Rumah Sakit Jiwa yang kembali lagi masuk dan dirawat disana setelah dinyatakan sembuh dan dipulangkan. Karena stigma negatif masyarakat kepadanya sebagai “pernah gila” dan omongan-omongan tetangga yang begitu santer “eh dia kan baru keluar dari RSJ”. Hal-hal yang memicu Gangguan Harga Diri-nya timbul lagi dan membuatnya kembali sakit. Itulah alasan kenapa kami (perawat) tidak menggunakan kata “gila” dan memilih “gangguan jiwa”.

Apapun masa lalu kita, tatap tegak masa depan, begitulah ungkapan di sebuah sticker. Ungkapan yang menurut saya harus diinternalisasi oleh kita semua. Atau kalau boleh saya mengubah sedikit “apapun masa lalu orang lain, hargailah dirinya yang sekarang”. Karena RasuluLAH SAW pun mencontohkan kepada kita, beliau tidak pernah bertanya pada sahabatnya “siapa disini yang pernah membunuh anak perempuanya?”, “siapa disini yang pernah berjudi atau minum khamr” dsb, tapi yang beliau tanyakan adalah “siapa yang hari ini sudah bersedekah? Siapa hari ini yang sudah menjenguk orang sakit? dll” Karena Umar bin Khattab ra saja yang seorang mantan preman dan bahkan pernah membunuh anak perempuannya sendiri, adalah salah satu sahabat terbaik RasuluLLOH SAW dan salah satu orang pilihan yang dijamin masuk surga.

Maka pantaskah kita bila sampai saat ini masih saja mempermasalahkan “pernah”?

Monday, February 18, 2008

Betapa Diri Ini Lemah Sekali

Perjalanan pulang dari kampus hari jumat kemarin menjadi perjalanan yang tidak biasa. Aku melihat sebuah tragedi yang sangat menyedihkan yang kuharap tidak akan pernah melihatnya lagi, untuk mahluk apapun.

Dijalan, sekitar jam 7. 30 malam, aku melihat seekor kucing yang tertabrak motor di jalur yang berlawanan. Karena kesakitan si kucing pun menggeliat-geliat dan meloncat-loncat. Karena posisinya masih ditengah jalan, si kucing itupun tertabrak lagi. Sesaat sebelum si kucing terlindas mobil aku sempat berteriak, tapi sayangnya teriakanku tidak bisa mencegah kejadian itu. Mungkin si pengendara tidak melihat ada kucing mengeliat-geliat di jalan.

Kemudian si kucing yang sekarang sekarat tergeletak di tengah jalan, yang gelap dan becek itu. Aku menepi, mematikan motor dan turun. Tapi yang kemudian kulakukan cuma terpana melihat kucing itu dari pinggir jalan, sedang sekarat, tubuhnya kejang-kejang, darah keluar dari mulutnya. Aku berpikir untuk mengangkat kucing itu kepinggir, biar tidak terlindas lagi. Tapi karena melihat banyak darah, aku jadi berpikir lagi. Aku takut, bahkan untuk melihat kucing itu dari dekat.

Kucingnya masih sakaratul maut, kemudian aku meminta bantuan ke seorang cewek yang lewat utnuk memindahkn kucing itu ke pinggir. Tapi dia juga takut. Akhirnya kita berdua cuma berdiri mematung, melihat kucing itu sekarat dari pinggir sambil terus khawatir kucing itu terlindas lagi.

Akhirnya kita berdua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lagi, meninggalkan kucing itu, dengan perasaan kami masing-masing. Sepanjang jalan aku menangis. Sedih sekali. Didalam pikiranku terus terbayang kejadiannya, waktu kucing itu tertabrak, jatuh, terlindas, semuanya. Aku menangis karena kecewa dengan diri sendiri, kecewa karena begitu lemah sebagai seorang manusia, begitu lemah sebagai seorang wanita. Bahkan untuk memindahkan kucing ke pinggir jalan saja aku tidak bisa...

Thursday, February 7, 2008

Untuk Semua Orang Baik Yang Kukenal

Ada berjuta orang baik yang tidak kita kenal, begitu kata Ahmad Zairofi. Semenjak sering berinteraksi dengan dunia maya saya semakin menyadari benarnya kata-kata ini.

Begitu banyak orang yang tidak kita kenal di dunia yang begitu luas ini. Sangat besar kemungkinannya mereka adalah orang yang lebih baik dari kita (dari berbagai aspek). Saya jadi ingat ketika dulu awal perkenalan saya dengan blog, saya suka sekali membaca blog orang lain. Dan betapa saya terkagum-kagum dengan sosok seorang mahasiswa UI dengan segala kelebihannya. Yah.. meskipun kemudian saya tidak lagi berkunjung kesana karena blog-nya jarang di-update dan beliau tidak pernah melakukan kunjungan balasan he..he.. *peace* (kecuali setelah orangnya sampai di negaranya Kakashi).

Lewat dunia maya juga saya jadi lebih sering berinteraksi dengan mantan teman sekelas yang padahal dulu waktu sekolah saya tidak pernah mengobrol satu katapun dengannya. Mungkin waktu 7 jam di sekolah masih kurang untuk memberi kesempatan saya berhubungan interpersonal dengan semua manusia lain di kelas. Waktu saya bilang padanya “nyesel lo baru kenal aku sekarang”, sebenarnya seharusnya sayalah yang menyesal karena terlambat mengenalnya dan menyadari kebaikannya. (jangan GR ya mel, tapi ente emang baik sekali hu..hu.. meskipun *** --gw sensor—haha)

Dan masih banyak lagi orang lain, yang saya kenal (mungkin tepatnya tahu) lewat tulisan-tulisannya di blog, lewat opini di milist, lewat obrolan via chatting. (ngga usah dibahas lebih lanjut yang ini ntar orangnya GR hue..he..)

Maka, kembali lagi ke kata-kata Ahmad Zairofi. Seperti perlombaan di awan yang gelap, begitulah hidup kita. Seiring dengan apa-apa yang kita lakukan untuk dunia dan akhirat kita, maka begitupun orang lain dengan usaha dan cara mereka masing-masing. Dengan menyadari ada begitu banyak orang yang tidak kita kenal, tapi mereka jauh lebih baik dari kita akan memicu kita untuk terus memperbaiki diri dan senantiasa tidak merasa cukup, merasa lebih baik karena kelak di akhiratlah penentuannya.

Terakhir, untuk semua orang baik yang kukenal, baik di dunia nyata maupun dunia maya, senang berkenalan dengan anda semua. Selamat memperbaiki diri (lagi dan lagi) dan semoga kita dikumpulkan di tempat yang baik nan kekal kelak.

Referensi:
Zairofi, Ahmad. 2006. Lelaki Pendek, Hitam, dan Lebih Jelek dari Untanya. Jakarta: Tarbawi Press.