Wednesday, November 26, 2008

Ada Mahasiswa Ngomongin Guru


Adakah yang tau kapan hari guru? ada yang tidak ngeh kalau sebenarnya kemarin? Kalau seandainya saya tidak memiliki kakak yang seorang guru, yang terpaksa menginap di rumah karena harus berangkat ke sekolah pagi-pagi dan anaknya semaleman menangis keras-keras sehingga membangunkan seisi rumah, mungkin saya tidak akan ngeh kalau kemarin adalah hari guru.

Kenapa saya tiba-tiba bahas ginian? karena menurut saya banyak orang yang tidak tahu kapan hari guru, dan menurut saya juga hal itu karena memang tidak ada yang istimewa di hari guru. Padahal kita semua makan bangku sekolah lebih dari 10 tahun kan? yang selama itu pula, saban hari kita ketemu guru, dan diantara beratus-ratus hari kita sekolah itu ada lebih dari 10 hari guru yang pada saat itu kita bersama guru yang mestinya menjadi spesial karena itu hari mereka. (terlalu ribet ya bahasanya?)

Sepanjang ingatan saya (yang sebenarnya juga tidak bisa terlalu dipercaya) tidak ada perayaan khusus saat hari guru yang diadakan oleh para guru-guru sendiri, bahkan menyuruh murid mereka--yang sebenarnya saya pikir mereka cukup berwenang untuk itu--pun tidak. Dan satu hal yang membuat saya bingung adalah beberapa sekolah melakukan upacara di hari guru dengan para guru sebagai petugas upacaranya. Aneh kan? logika terbalik menurut saya. Sebagai contoh, di hari ibu, idealnya nih, para ibu nyantai seharian, ngga melakukan pekerjaan rumah tangga dsb, nah, kalau boleh disamakan mestinya di hari guru, para guru juga begitu, meskipun tidak nyantai seharian minimal lebih istimewa dibanding hari biasanya lah. Kok ini malah jadi petugas upacara? padahal para siswa saja sebenarnya malas untuk jadi petugas, lah kok ini, guru-guru itu, mau-maunya jadi "kacung" di upacara di hari spesial mereka? Atau jangan-jangan menjadi petugas upacara adalah aktualisasi diri mereka? jangan-jangan kalau lagi upacara dalem hati guru-guru itu mereka berbisik "kapan ya saya bisa ngerek bendera kaya mereka"? Kalau memang begitu faktanya sih, yah guru jadi petugas upacara di hari guru cukup bisa saya terima.

"Tidak bisa mengapresiasi diri sendiri", begitulah kata teman saya seorang calon guru tentang calon profesinya itu. Teman ini berkata demikian karena dia tidak mendapatkan penghargaan yang sebenarnya pantas dia dapatkan setelah menang seleksi mahasiswa berprestasi tingkat universitas (UNJ). Dia bingung melihat respon bahagia kami, teman-temannya yang anak UI, waktu mendengar kabar bahwa dirinya jadi mapres UNJ, karena menurut dia biasa saja. Di UNJ sendiri saja, teman-temannya tidak sebahagia atau semenghargai itu. Memang sih, mapres UI juga tidak sepopuler ketua BEM UI. Mapres UI paling terkenal mungkin shofwan karena dia juga pernah menjabat sebagai anggota MWA UM dan mengakhiri amanahnya dengan cara yang sangat kontroversial. Saya juga tidak ingat apakah ada spanduk ucapan selamat yang dipasang d depan halte UI waktu Mahardika menang tahun ini. Tapi minimal penganugerahan mapres UI dirayakan dengan makan-makan dan ceremony sampai jam 10 malam. Malam yang sungguh sangat prestisius. Dan, menurut teman saya, hal itu tidak ada di universitasnya, pencetak guru-guru. Di sana, hampir tidak ada spesialnya menjadi seorang mapres. Bahkan dia malah jadi sedih melihat kegembiraan kami, karena "orang-orang kampus gue sendiri aja ngga segitunya kaya kalian kok", katanya. Kakak saya yang kuliah di UNJ juga pernah cerita, dulu dia dan teman-temannya sampai membuat leaflet berisi ucapan selamat untuk temannya yang menang kompetisi, karena tidak ada orang lain yang melakukan, termasuk pihak universitas atau fakultas.

Kenapa bisa begitu ya? apakah karena predikat "pahlawan tanpa tanda jasa" sehingga bahkan memberikan tanda jasa untuk diri sendiripun mereka jadi sungkan? Atau karena mereka terlalu low profile dan benar-benar menafikan semua pujian di dunia? Luar biasa kalau begitu.

Untuk para guru yang dengan ikhlas mendidik generasi bangsa..
Untuk para guru yang dengan sabar mengajarkan kami kata demi kata..
Untuk para guru yang dengan cinta menjadikan kami berguna..
Semoga ALLAH membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda..


Friday, November 21, 2008

Terus Mendekati Cahaya


Hewan apa yang khas keluar pada malam hari di musim hujan? yup, rayap. Biasanya hewan ini keluar di malam hari atau menjelang maghrib. Tidak cuma rayap tapi juga bentuk dewasanya, alias laron. Hanya sebentar laron-laron itu hidup, cuma sekitar semalam, biasanya keesokan harinya sudah mati.

"Sebelum kematiannya, dia bergerak mendekati cahaya, keren ya kak filosofi hidupnya" kata seorang adik kelas yang solihah banget. Ziiing..saya terdiam, iya juga ya, dalam beberapa jam setelah dia keluar ke permukaan dunia, laron-laron itu selalu bergerak mendekati cahaya, sebelum akhirnya dia mati beberapa jam kemudian.

Ustadz Elvin pernah bilang, keistiqomahan sesorang dilihat dari akhir hidupnya. Untuk melihat orang ini istiqomah atau tidak, lihat saja akhir hidupnya, dalam keadaan apa, baik atau tidak, dekat dengan ALLAH atau tidak. Kalau saya pribadi, saya ingin menjadi bagian dari orang-orang yang istiqomah, oleh karenanya saya harap akhir hidup saya adalah akhir yang baik, sedang "berada dekat dengan cahaya", seperti laron-laron tadi.

Namun, karena kita tidak pernah tahu kapan akhir kehidupan kita, maka kita tidak bisa dengan mudah mengatur akhir hidup sesuai dengan yang kita inginkan. Oleh karena itu, seharusnya, setiap saat, setiap waktu, kita harus senantiasa bergerak mendekati cahaya, berada dalam lingkaran cahaya, atau berusaha bertahan untuk terus berada di dalamnya. Karena kapan saat pembuktian keistiqomahan kita itu, kita tidak pernah tahu.

Berbekalah untuk hari yang sudah pasti, sungguh kematian adalah muara manusia..

Karena Memang Manusia Itu Unik

setiap manusia itu unik, saya dan anda adalah salah dua nya. tidak pernah ada dua manusia yang sama, baik fisik, psikologi, sosial, spiritual, intelektualfinansial, dll. Tidak pernah ada yang sama persis. menyadari adanya fakta ini, kita semua harus lebih berhati-hati (kadang-kadang jadi ngelesin juga si)karena kita tidak bisa serta merta "pukul rata" terhadap semua orang.

Yang saya ingin angkat tentang keunikan ini adalah yang berkaitan dengan persepsi orang terhadap hal-hal yang menyebalkan. Ah..dikarenakan saya tidak yakin apakah diksi saya tepat di kalimat terakhir saya berikan contoh konkrit saja.

Contoh pertama adalah seorang teman saya di kampus. Dia tidak suka jika ada orang yang bilang "kesian deh lo" padanya. "Kenapa si harus pake ngomong 'kesian deh lo' padahal ga ngomong gitu juga gapapa", katanya suatu hari dengan nada kesal. Padahal kata-kata kesian deh lo itu sudah seperti cape deh bagi anak-anak Jakarta, jadi mau tidak mau kita bakal sering mendengar kata itu. Dan itu berarti si teman saya ini akan sering sekali merasa kesal "kesian amat ni anak" kata saya dalam hati.

Contoh kedua adalah teman SMA saya yang tidak suka dibilang penjahat (ya iyalah hehe). "Kaget aku waktu pe bilang 'penjahat lo Yu', kesannya gimana gitu, kalo jahat doang sih masih mending, tapi kalo penjahat kayanya udah parah banget". Yaah..maaf deh, bagi sebagian (kecil)orang menyebut kata "penjahat" sama biasanya dengan menyebut kata "bedebah" bagi pendekar-pendekar di film Wiro Sableng, sudah sangat biasa bukan?

contoh ketiga adalah teman kampus saya yang lain --dan menurut saya ini fakta paling mengagetkan dibanding 2 contoh di atas-- "gw jijik (menurut dia jijik sama dengan kesel) kalo ada orang sms pake ada kata 'bales' apalagi kalo 'bales asap'. Yeeh..terserah gw dong mau bales itu sms atau ngga, kalo penting juga pasti gw bales tanpa perlu dia minta". Nah lo..banyak kan orang yang suka membubuhi kata BALES di akhir sms-nya? (kalo saya sih amat-sangat-jarang-sekali)

Contoh terakhir adalah saya sendiri. Saya paling tidak suka dengan SMS yang mengandung tanda seru apalagi kalau tanda seru-nya ada di tiap akhir kalimat apalagi kalau ditambah huruf besar segala. Karena bagi saya penggunaan tanda seru dan huruf besar mengisyaratkan kemarahan dan perintah. Hei, siapa anda bisa perintah-perintah dan ngomelin saya? RosuluLLOH saja tidak pernah meng-sms menggunakan tanda seru dan huruf besar pada sahabat-sahabatnya (kalo ngga percaya buka siroh). Lantas siapa anda?

Sudah lebih jelas ekarang apa yang saya maksud? lantas, apa pelajaran yang bisa diambil? Pertama, berhati-hatilah ketika berinteraksi dengan orang lain, kalau ada kata-kata yang baik kenapa menggunakan ejekan? kalau bisa senyum kenapa harus manyun? Karena sreg di hati kita belum tentu sreg di hati orang lain, enak di lidah kita belum tentu enak di lidah orang lain, sempit di badan kita, belum tentu sempit di badan orang lain (anda gendut sih..). Fal yaqul khairan au li yasmut, bicara yang baik atau diam, itu pilihannya.

Kedua, berlapangdadalah dan ber-husnudzhon-lah, akrena menurut anda menyebalkan boleh jadi adalah hal yang biasa bagi orang lain. Saat anda manyun di pojokan karena kesal, teman anda sedang senyum riang sambil berkeliling, bukan karena dia sengaja tapi karena dia memang tidak tahu (dan tentu saja tidak bermaksud). Jadilah asertif, jangan pasif memendam semuanya sendirian, hidup sudah cukup susah, jangan dibuat tambah susah. Katakan apa yang tidak anda suka pada orang yang bersangkutan dengan cara yang baik. Jangan agresif, marah-marah, apalagi sampai SMS seperti ini "Heh PENJAHAT! gw ga suka dengan sikap elo itu tau! Jadi, elo mau merubah sikap elo itu ga? BALES ASAP!", karena kalau begini, cari musuh namanya.

Ok? jadikan hari esok lebih baik ya?

Sekian dari pemikirulung untuk hari ini :)

Thursday, November 20, 2008

Pengennya Ke Lenteng Agung Kok!

abis buka nguping jakarta, entah kenapa tiba-tiba jadi pengen posting ginian

Suatu malam, di perjalanan menuju Pasar Rebo dari Duren Sawit, kami (saya dan boncengan saya) melihat sebuah reklame di pinggir jalan, bunyinya "sekarang nelpon ke Los Angeles lebih murah daripada nelpon ke Lenteng Agung" (kira-kira begitulah)
saya: hahaha, lebay banget tuh iklan
boncengan: iya, kalo kaya gitu bukannya malah ngga laku ya Lud? kan berarti kalo buat nelpon dalem negri jadi lebih mahal
saya: iya, ya, malah jadi males punya gw, orang gw ngga punya temen di Los Angeles, temen gw di Lenteng Agung semua
boncengan: iya, iya
saya&boncengan: hahaha