Wednesday, September 17, 2008

Ketika Rezeki Itu Tidak Jadi Mampir


Dulu, di rumah ada pajangan, yang masang mba-mbaku yang solehah. Pajangannya sederhana, Cuma lembaran tausiyah dari majalah yang dibingkai (gw juga bingung, sekarang pajangan-pajangan itu pada kemana ya? Tiba-tiba pada ngilang). Salah satu pajangan, judulnya Kunci Zuhud, di situ tertulis salah satu kunci zuhud adalah “Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain, karenanya hatiku tenang”.

Dari kecil, saya mencoba menginternalisasi nilai itu, bahwa setiap rejeki kita, tidak mungkin salah tempat, tidak ,mungkin jatuh ke tangan orang lain. Dengan begitu maka ketika kita mengalami kejadian luar biasa seperti kehilangan uang, kehilangan benda berharga, atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang dsb kita akan lebih mudah menerima dan ridho dengannya.

Begitupun di buku 5 Taujih Ruhiyah Untuk Aktivis Dakwah dan Harakah, buku yang entah sudah berapa kali saya baca –judulnya emang kesannya berat banget, tapi isinya bagus kok—di situ tertulis bahwa satu bekal keimanan seorang aktivis dakwah adalah ketika meyakini rejeki berada di tangan ALLAH. Apabila ALLAH telah menetapkan rejeki terhadap hambaNya maka tiada yang sanggup menghalanginya. Sebaliknya, apabila ALLAH tidak menghendaki rezeki atas hambaNya, maka tiada yang sanggup memberinya. Tak seorangpun meninggal dunia kecuali telah disempurnakan rezeki dan ajalnya. Efeknya, masih menurut menurut buku ini, seorang aktivis akan memiliki sifat kedewasaan, kasih sayang, itsar, bebas dari perbudakan nafsu dunia, rakus, egois, bakhil dan yang sangat penting adalah senantiasa bersyukur atas apa yang telah ALLAH karuniakan.

Tapi ternyata mengamalkannya tidak mudah juga. Mungkin mudah bagi kita berkoar-koar menasehati orang lain agar begini-begitu, tapi ketika kita dihadapkan dengan masalah yang aktual, here and now, ternyata responnya tidak selalu seperti yang seharusnya dilakukan.


Bertemu dengan kejadian seperti ini, suatu hal yang erat kaitannya dengan kehilangan sesuatu yang saya pikir akan jadi rezeki saya, ternyata proses penerimaannya tetap saja sulit, masih harus melewati deny, anger, bargain, bahkan depression juga. Dan ketika saya memandang diri sendiri yang susah hati begini jadi membuat saya berkontemplasi apakah memang stock keimanan yang saya miliki tidak cukup? Sehingga bahan bakar keimanan itu tidak dapat menyalakan tungku keridhoan? Hal yang juga sangat berbahaya adalah ketika akhirnya ke-susah-hati-an kita (atau saya) menuju ke arah ketidaksyukuran atau bahkan kufur nikmat, masya ALLAH. Alih-alih mendapatkan rezeki, malah azab ALLAH yang datang. Oleh karena itu, dari dulu sampai sekarang doa ini menjadi salah satu doa favorit saya, doa yang diajarkan RasuluLLAH SAW pada sahabatnya Mu’adz bin Jabal
ALLAHumma a’inni ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik
Ya ALLAH bantulah aku untuk senantiasa mengingat dan bersyukur kepadaMu serta beribadah dengan baik

Karena memang benarlah, pada akhirnya hanya pada ALLAH saja saya dapat meminta pertolongan termasuk dalam rangka agar senantiasa bersyukur kepadaNya. Karena Dialah penggenggam hati kita bukan? Semoga saya (dan anda semua) menjadi bagian dari hamba-hambaNya yang senantiasa bersyukur.



gambar diambil dari pro.corbis.com

3 comments:

Anonymous said...

Kalau rejeki ga jadi mampir?

ya itu memang bukan rejeki kita.
Tul ga?

pemikir_ulung said...

iya betul Gung, cerdas sekali..

*curiga kalo Agung ga baca postingan ini sampe selesai*

Muhammad Surya Ikhsanudin said...

Memang Betul Bahwa Seseorang tidak akan dicabut nyawanya jika masih ada nikmat yang tertunda/ditangguhkan, sehingga ia ditunaikan.

Tapi Rizki itu tetap harus dijemput dengan baik dan benar agar dapat memberi ketenangan dan keridhoan Allah, bagus sekali tulisannya....sudi kiranya anda mampir ke gubug saya di http://gubugsurya.wordpress.com/