Wednesday, April 1, 2009

Jiping, Ngaji Bareng Kuda Lumping

”Ilmu itu bak binatang buruan, sedangkan tulisan itu adalah tali pengikatnya” (Imam Syafi’i)

Suatu hari saya ikutan tatsqif, dengerin taujih ustadz. Seperti biasa, kalau orang bicara di depan tidak langsung ke inti meterinya, pake pengantar dulu, kenalan dulu, dsb. Pengantar di sebuah materi bisa dianalogikan dengan pemanasan di senam kesegaran jasmani, buat pembicara maupun pendengarnya. Buat kita-kita para pendengar, pemanasan ini juga bisa digunakan untuk menyiapkan peralatan mencatat.

Setelah pengantarnya selesai, Ustadz Ahmad Zainuddin Lc pun masuk ke dalam inti materinya. Beliau sudah akan menyebutkan poin-poin, tapi masih ada hal yang dirasa kurang pas, ”kok ga pada nyiapin peralatan? Pada bawa peralatan ga?”, begitu tanyanya. Secara implisit, sebenarnya ustadz ingin bertanya ”ngga pada mau nyatet nih?”. setelah ustadz bertanya demikian, Pak Mcpun berdiri dan dengan hebohnya menawarkan pulpen pada audiens.

Menurut saya momen ini unik, soalnya baru pertama kali saya dengar ada ustadz sampai negor begini (setelah bertahun-tahun jaman pengajian remaja di kampung dulu). Entah karena biasanya semuanya pada rajin nyatet dan baru pertama kali begini atau fenomena ikhwan jiping (ngaji kuping) baru pertama kali ustadz temukan di daerah sini, tidak tahu juga, saya tidak pernah memperhatikan apakah para ikhwan pegang catetan atau tidak (ya iyalah..). Memangnya jiping masih jaman ya?

Jaman memang sudah berubah, kebiasaan manusia juga berubah. Kalau dulu kita biasa mencatat dengan kertas dan pulpen, sekarang belum tentu. Beberapa mahasiswa saya lihat begitu sampai di acara, buka laptop, dan mulai ketak-ketik mencatat. Trend mahasiswapun berubah dari ”fotocopy oriented” jadi ”softcopy oriented”. Tidak usah mencatat, nanti di akhir acara tinggal sodorin flashdisk ke panitia, selesai.

Karena banyak kemudahan itu semakin malaslah kita mencatat. Belum lagi alasan lain seperti ”kalau fokus dengerin ngga bisa sambil nyatet”. Bah! Ustadz bahkan sampai bercerita, suatu hari setelah dia menyampaikan sebuah materi ada yang berkomentar ”yang tadi materinya bagus ustadz, kenapa ngga dibagi aja softcopy nya?”, ustadz jawab ”memangnya antum ngga dateng waktu xxx dan minta softcopynya?”, ”iya, dapet ustadz”, ”materi hari ini kan sama dengan yang waktu itu, cuma dikembangin sedikit”. ”Berarti apa?” tanya ustadz ke kami, ”habis minta softcopy dirumah juga ngga dibuka-buka lagi kan?” Nah lo..

Padahal catatan itu penting banget lho. Teman saya cerita, ada seorang abang yang kalau ada pemilihan calon ketua dia selalu bertanya pada kandidat apakah ada yang mencatat, ”masalah umat itu banyak, gimana kalian bisa ingat dan megurusnya kalau tidak kalian catat?”, begitulah kira-kira.

Pena yang lemah lebih tajam dari ingatan yang kuat. (apa pena yang tumpul lebih kuat dari ingatan yang tajam ya? He..lupa). buktinya waktu diskusi home group beberapa waktu lalu, seorang teman menjelaskan trias leukemia “anemia, leukopenia, dan trombositopenia”, saya merasa tidak asing dengar trias ini, saya buka-buka catatan dan menemukan sesuatu. “Kalo di catetankuada 3 hal yang khas pada anemia aplastik: anemia, leukopenia, trombositopenia, kok sama? Kalo pada leukemia juga begitu kenapa dibilangnya khas pada anemia aplastik?” teman-teman pada diem dan bilang “iya..ya” sambil mengingat-ingat diskusi sebelumnya. Tapi tiba-tiba saya menyadari sesuatu “eh, di bawahnya ada tulisan lagi nih “mirip sama leukemia, cuma pada leukemia kronik bisa terjadi leukositosis”. Teman-teman cuma bisa takjub doang dan bilang “ooh gitu ya? Liat catetannya dong Di”. Berguna kan pena saya yang lemah ini? Memang sih, untuk orang pelupa tapi tulisannya bagus seperti saya, mencatat adalah sebuah pilihan brillian.

Jadi, apapun gayanya, pertahankanlah kebiasaan mencatat ini, pakai buku, laptop, HP, apapun, asal jangan nyatet di tembok masjid aja.karena pasti berguna, untuk diingat lagi, dipelajari lagi, disampaikan pada orang lain, atau minimal bisa untuk mengenang betapa mengantuknya anda saat materi itu disampaikan hanya dengan melihat betapa keritingnya tulisan anda. Hehe


1 comment:

Anonymous said...

iya mbak.. betul sekali.
akan beda "sentuhan"nya ketika menuliskan apa yg sebelumnya telah dicerna otak dr pd copy-paste yg telah ada.

tp, klu memang sudah di kasih modul/makalah sebelumnya lebih baik menandai bagian penting atw yg mengesankan saja. :)