Friday, December 21, 2007

Sejuta Rindu Untuk Ayah


Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu


Sebenarnya perjalanan kami ke Kampung Naga kemarin berlangung biasa saja, diisi dengan nyanyi-nyanyi bareng, lagu yang 99,9% anak reguler UI tau seperti Genderang UI, Keroncong Kemayoran, Totalitas Perjuangan, Selamat Datang Pahlawan Muda sampe Balonku Ada 5 dengan nada Gaaudeamus Igitur, sibuk ngeledekin saya yang terbukti paling pelor diantara semuanya karena saya mulai tidur bahkan sebelum bisnya mulai jalan sampe ngga ikut berdoa bareng. Tapi kemudian perjalanan saya ini kemudian menjadi tidak biasa ketika tiba-tiba nyanyian kami diinterupsi oleh seorang teman "teman-teman kita berhenti sebentar ya, pak supirnya mau ketemu bapaknya sebentar", dan kemudian bis kamipun menepi.

Di pinggir jalan ada seorang bapak tua berkoko coklat dan berpeci, dengan dirinya yang tidak lagi tegak, gemetar, ditemani seorang pria yang lebih muda memegang tangannya.

Kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras Namun kau tetap tabah Meski nafasmu kadang tersengal Memikul beban yang makin sarat Kau tetap bertahan
Supir kami menghampiri bapak itu, mencium tangannya, dan bersalaman dengan pria di sebelahnya. Kemudian terlihat mereka mengobrol-ngobrol sebentar. Kami yang melihat peristiwa itu seperti sedang menonton adegan mengharukan di sinetron. Beberapa berseru "so sweet" , beberapa berkata "udah pak lama juga ngga papa, ngga usah buru-buru pak" meskipun kami tau supir kami tidak akan mendengarnya, ada yang matanya berkaca-kaca, bahkan ada yang menangis.

Saya jadi teringat bapak dirumah. Bapak yang telah begitu banyak jasanya pada saya. Bapak yang sama sekali tidak bisa dibilang muda lagi. Bapak saya yang di usianya sekarang, seharusnya tinggal duduk manis di rumah dan bercanda dengan cucu, masih punya tanggungan membiayai kuliah anak bungsunya yaitu saya. Semoga Allah SWT mengampuni dosanya, menyayanginya sebagaimana dirinya menyayangi saya diwaktu kecil (sampai sekarang) dan mengumpulkan kami di jannahNya kelak.

Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari Kini kurus dan terbungkuk Namun semangat tak pernah pudar Meski langkahmu kadang gemetar Kau tetap setia
Sampai saat ini saya masih tinggal dengan Bapak (Allah tidak mengijinkan saya kuliah di luar Jakarta selain Depok). Jadi saya belum pernah tidak bertemu bapak untuk waku yang lama (rekornya 20 hari waktu jadi relawan di Klaten tahun lalu). Maka sebenarnya saya tidak pernah mengalami sendiri lama tidak bertemu orang yang sangat berjasa dalam hidup kita itu.

Tapi saya bisa memahami yang dirasakan supir kami itu. Sampai-sampai dia meminta bapaknya menunggu di pinggir jalan karena dia akan melewatinya. Hanya utnuk bertemu sebentar, cium tangan dan sekedar bertanya kabar. Untuk melihat bahwa sang bapak baik-baik saja dan untuk memperlihatkan bahwa dirinyapun baik-baik saja. Karena pertemuan beberapa menit itu pasti berjuta-juta nilainya.

Ayah dalam hening sepi kurindu Untuk menuai padi milik kita Namun kerinduan tinggal hanya kerinduan Anakmu sekarang banyak menanggung beban

No comments: